Naik Turun Cintaku Padamu

Naik-naik ke puncak gunung
Tinggi-tinggi sekali…

Setelah naik ke puncak gunung, ke mana biasanya pendaki menuju? Tepat sekali, setelah puncak gunung, maka yang tersisa adalah jalan menurun dari puncak menuju kaki gunung.

Begitulah yang kurasakan dalam perjalanan cintaku pada hobi menulis. Setelah mencapai puncak semangat, cinta itu seakan terjun bebas bahkan lenyap. Itu terjadi di bangku kuliah. Banyak faktorkalau boleh beralasanyang membuat semangat menulis itu pudar. Mungkin karena kebanyakan main dengan teman, atau main gadget, karena seingat saya, saat itu baru benar-benar booming yang namanya smartphone. Faktor lain mungkin kurangnya membaca buku selain buku pelajaran. Bukan berarti rajin membaca buku pelajaran sih. Hehe. Intinya, banyak alasan faktor yang membuat saya minim tulisan.

Keadaan itu terus berlanjut sampai akhirnya saya lulus kuliah dan bekerja di sebuah sekolah di Sukabumi. Suatu ketika, sekolah tempat saya bekerja mengadakan lokakarya menulis untuk murid-murid SMP dan pembicaranya adalah Tere Liye. Saya yang bukan penggemar Tere Liye yaa biasa saja, tidak tertarik untuk ikut menyimak.

Tapi lama-lama kok penasaran juga. Akhirnya saya iseng masuk ke ruangan dan ikut duduk bersama murid-murid. Saat itu Bang Tere sedang berdiri di depan dan berkata, "kalau orang sudah pernah menulis, walaupun lama tak menulis, tapi kalau dia mau, dia sebenarnya bisa menulis".

"kalau orang sudah pernah menulis, walaupun lama tak menulis, tapi kalau dia mau, dia sebenarnya bisa menulis"

Saya seolah tersadar, tersentak dengan ucapan tersebut. Tak menunggu acara selesai, saya keluar dari ruangan dan menuju kamar. Saat itulah saya bertekad menghidupkan kembali hobi menulis saya. Langkah awal yang saya lakukan adalah mencari info lomba menulis. Kebetulan akhir tahun banyak lomba menulis. Saya ikut lomba menulis cerpen dan menang, masuk ke dalam 20 tulisan yang dijadikan antologi. Akan tetapi saya kecewa dengan bukunya ketika terbit. Mengapa? Kita bahas lain kali. Hihihi. 

Tak lama setelahnya, ada lagi lomba dari DivaPress bertema belajar dari Al Qur’an, saya ikut juga dan lolos dalam 20 besar finalis. Ketika pengumuman, ternyata saya juara I. Agak kaget juga sih. Alhamdulillah. Dan karena yang mengadakan adalah penerbit mayor, jadi hasil cetak buku antologi yang berjudul La Tahzan: Kunci Bahagia Itu Simpel, Kok! tidak mengecewakan. 

And, that was four years ago… 
Mukashi no hanashi...
So, what now?

Tahun lalu alhamdulillah terbit satu lagi buku keroyokan dengan teman-teman di Rumah Belajar Menulis, Ibu Profesional Batam, dengan judul Jungkir Balik Dunia Emak. Cukup untuk meredakan dahaga akan karya tulis. Namun belum cukup memuaskan. Semoga di tahun 2020, ada karya yang bisa menetas. Bismillah.

Intinya, jalan menurun tak melulu menjadi hal yang buruk. Yang terpenting adalah tidak lupa untuk mendaki lagi, ke puncak yang lebih tinggi.

#30DWC
#30DWCJilid21
#Day4
#ImWritingInLove

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Lima Hal yang Membuat Bartimaeus Trilogy Menarik