Bijak Menghadapi ‘Kebaperan’, Resensi Buku Baper Gak Pakai Lama




Judul: Baper Gak Pakai Lama
Penulis: Ernawati Nandhifa, dkk
Penerbit: LovRinz
Tahun Terbit: 2020



Jangan baper!

Seringkah Anda mendengar nasihat itu? Jangan baper atau tidak boleh baper, biasanya ungkapan ini ditujukan pada kaum hawa dalam menyikapi berbagai hal. Saya pun ketika mendengar nasihat ini awalnya merasa, “Ya, benar, jangan baper”. Tapi, apakah mungkin?

Baper adalah sebuah perasaan yang wajar dan harus diterima, bukan dielakkan. Demikian kata-kata seorang kawan yang merupakan lulusan S2 Psikologi Klinis, Universitas Indonesia. Setelah mendengar itu, saya mengiyakan.

Sebagai seorang wanita yang tercipta dengan dominasi perasaan, tentu tidak baper adalah hal berat. Sebagaimana perasaan adalah salah satu modal penting dalam mendidik anak, baper juga tak bisa dielakkan. Tapi baper itu bisa diatasi. Itulah salah satu pesan yang ingin disampaikan dalam buku antologi berjudul Baper Gak Pakai Lama, karya teman-teman di Club Menulis Komunitas Ibu Profesional Kalimantan Barat.

Ada berbagai kisah baper dalam buku sederhana ini. Anda mungkin akan kaget membaca cerita seorang ibu yang sangat sedih dan uring-uringan hanya karena hal super remeh. Namun itu terjadi, perasaan sang ibu itu nyata. Untungnya, ia bisa mengatasinya. Saya pribadi pernah mengalami hal serupa. Ketika ada hal receh tapi sangat mengganggu benak saya.

Membaca buku ini bagi saya seperti melihat sebuah film tentang kehidupan para ibu muda di zaman sekarang. Ada yang baper karena dicuekin di grup WA, ada yang sensitif karena tak kunjung memiliki anak, dan cerita baper lainnya.

Sulit untuk tidak ikutan baper ketika membaca buku ini. Wkwk. Tapi itu menunjukkan bahwa para penulis bisa memberikan ruh dalam cerita sehingga pembaca—yang juga emak-emak—bisa terhubung dengan cerita. Dan bagusnya, ada solusi dari tiap baper yang dirasakan para penulis. Bukan hanya baper-baper berkepanjangan tanpa ujung.

Namun demikian, ada beberapa kekurangan dalam buku ini:

  • Saltik atau penulisan tak sesuai kaidah

Ada beberapa cerita yang cukup banyak mengandung typo, ada juga yang sudah sesuai kaidah. Jadi terlihat kesenjangan antara penulis yang sudah paham kaidah dan belum.

  • Konflik yang kurang dieksploitasi

Pada beberapa cerita, ada yang menurut saya bisa lebih didramatisasi penggambarannya. Atau ada yang klimaksnya terlihat jelas.

  • Plot hole

Ada satu cerita yang menurut saya mengandung plot hole cukup besar. Entah mengapa penulis memilih tidak menceritakan dengan jelas beberapa bagian yang penting, dan hal ini membuat pembaca bingung.

Beberapa kekurangan ini tentu bisa dieliminasi di karya-karya selanjutnya.

Cerita favorit saya dalam buku ini yaitu karya Mba Ernawati, yang berjudul "Curhat ke Bintang". Selain metafora-metafora dengan porsi pas, cerita ini menggunakan alur flashback yang halus, sehingga hasilnya sangat cantik. Saya pun jatuh cinta dan terinspirasi untuk mencoba hal yang sama. Hehe.

Buku ini saya rekomendasikan bagi para ibu-ibu muda, baik ibu bekerja maupun ibu rumah tangga. Karena semua orang bisa baper, dan itu wajar. Tapi, ingat, gak pakai lama, ya!

#30DWCJilid23
#30DaysWritingChallenge
#Day25
#Squad7

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Lima Hal yang Membuat Bartimaeus Trilogy Menarik