27 January 2021

Selamat (Sintong) Tinggal: Review Buku Terbaru Tere Liye



Judul: Selamat Tinggal
Penulis: Tere Liye (Co-Author: Saripudin)
Tahun Terbit: Desember 2020
Penerbit: Gramedia


Ini memang baru buku kedua Tere Liye yang saya baca. Tapi saya yakin buku ini adalah salah satu yang paling powerful yang ditulis dengan semangat berapi-api, membawa pesan yang begitu dalam dan kuat.

Ya, bisa dibilang novel ini adalah curahan hati seorang Tere Liye. Pengikut akun medsos Tere Liye pasti paham kalau penulis asal Sumatera itu memang kerap menyoroti fenomena buku bajakan. Dan barang bajakan lainnya secara umum. 

“Selamat Tinggal” mengangkat hal itu. Jelas. Dilihat dari tokoh utama seorang mahasiswa Fakultas Sastra sekaligus penjual buku bajakan, kemudian tokoh lain yang juga keluarga pengusaha barang-barang KW. Ada juga teman si tokoh utama yang punya usaha penyedia situs streaming film ilegal, serta seorang yang rajin meng-cover lagu di YouTube pun tak ketinggalan kena sindir.

Sinopsis:

Sintong, mahasiswa tahun ketujuh Fakultas Sastra yang sedang berusaha lulus (baca: menyelesaikan skripsi). Skripsinya membahas tentang penulis legendaris di tahun ‘60-an yang tiba-tiba menghilang. Dalam perjalanan menulis skripsi, Sintong diselimuti berbagai kegalauan. Mulai dari pekerjaan sampingannya sebagai penjaga toko buku bajakan, perasaannya pada seorang gadis, semangat menulis yang tiba-tiba muncul lagi, dan lain-lain.

Banyak hal yang informatif dalam novel ini. Misalnya dampak bisnis bajakan kepada penulis atau creator asli, dan bagaimana bisnis bajakan itu berjalan. 

Tak bisa dimungkiri, kita tahu ini adalah novel fiksi, tapi kita juga tahu bahwa keberadaan bisnis buku bajakan dan semacamnya itu fakta. Ada juga bisnis obat palsu. Dan bisnis-bisnis haram tersebut tak jarang melibatkan--alias dibeking--pihak yang seharusnya memberantas itu semua. 

Fakta-fakta ini kemudian seolah menjadi sorot utama, dan fiksi di dalamnya sebagai “bingkai”. Jadi, tak heran kalau novel ini membuka mata kita tentang keburukan bisnis barang bajakan.

Ngomong-ngomong, saya yakin setelah buku ini dirilis, pencarian di Google dengan kata kunci “Sutan Pane” meningkat. (Iya, saya juga searching! Wkwk.. XD )

Bukan hanya tentang barang bajakan, ada pesan penting lainnya, yaitu tentang pertobatan. Bahwa seberapa pun parahnya kita berbuat salah, kita selalu bisa kembali, meninggalkan perbuatan itu. Dalam buku ini khususnya, tentu saja, bertobat dari barang bajakan. Apa pun itu bentuknya, termasuk software, film, dll. 

Namun, penulis--Tere Liye dan co-author--juga tak ujug-ujug dengan kasar menghakimi. Ada tokoh yang rasa-rasanya mewakili banyak orang, yaitu tokoh yang tahu bahwa barang-barang bajakan itu salah, tapi belum bisa keluar dari lilitannya dan belum bisa mengubah apa-apa walaupun ingin.

“Jangan berkecil hati, Kawan, jika hari ini kepal jarimu masih lemah. Jangan berkecil hati, Kawan, jika hari ini suaramu jauh dari lantang dan didengarkan. Sungguh jangan berkecil hati, Kawan, jika dirimu belum mampu mengubah situasi.” (hlmn. 321)

Kritik tajam pada bisnis barang bajakan adalah topik utama di novel ini, ditambah bumbu sindiran pada koruptor, pejabat/pihak berwenang, serta pemerintah. (Bahkan Pertamina pun kena sindir!) 

Selain fokus pada masalah tersebut, novel ini juga menyuntikkan semangat luar biasa kepada para penulis untuk senantiasa berani dan gigih dalam berkarya. Hal itu disajikan dengan apik lewat tokoh Sutan Pane dan Sintong.

(Kalau ada yang tanya, "Apakah membeli ebook lalu 'meminjamkannya' dengan mengirim pdf dibolehkan?", maka inilah jawabannya. Eh, ngga keliatan juga ya? hahaha..)

Lewat tokoh inilah, seorang Tere Liye dengan bebas menyampaikan pesan kepada para penulis--dan pemuda--untuk selalu objektif dalam menulis. Menulis dengan adil dan didasari kepedulian, bukan dengan kebencian.

Seperti biasa, gaya penulisan Tere Liye yang begitu membumi dan sederhana tapi elegan, sungguh membuat saya terhanyut. Novel ini tak memaksa kita membuka KBBI, tapi tetap memberi makna yang dalam.

Hal yang juga spesial di buku ini adalah sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang orang ketiga yang digunakan dengan sangat luwes dan fleksibel, tidak kaku. Pembaca jadi merasa seperti sedang dibacakan dongeng, dimanjakan, dan dianggap. Istilah kerennya mungkin “breaking the fourth wall”.  

Ah, terlalu banyak hal unik dalam novel ini. Kata “bagus” untuk karya ini rasanya kurang pas. Saya lebih suka melabelinya dengan “cerdas”, “unik”, dan “inspiratif”. Dan tentu saja saya merekomendasikan Anda semua untuk membacanya. Walaupun pastilah karya ini juga tak lepas dari kekurangan, tapi ada banyak pesan, makna terpedam yang bisa dipetik.

Share:

22 January 2021

Tip Belajar di HSI Abdullah Roy

Kali ini saya akan berbagi sedikiit tip belajar di HSI Abdullah Roy. Bagi yang belum tahu apa itu HSI Abdullah Roy, nanti di akhir tulisan saya jelasin sedikit, yak. Kenapa, kok, sedikit? Karena yang saya tahu juga cuma sedikiit. Hehe.


Alhamdulillah, selama dua tahun ini mengikuti HSI, saya masih barely survive alias selamat dari ancaman DO. Wkwk. Kuncinya agar tidak di-DO adalah jangan lupa mengerjakan evaluasi harian, evaluasi pekanan, serta evaluasi akhir.

Tentunya kalau jawaban kita banyak yang salah yaa bisa di-DO juga. Karena itu, ada beberapa tip nih yang bisa diterapkan.

Pertama, catat materinya! Ya, ini penting sekali karena akan ada evaluasi pekanan dan evaluasi akhir. Untuk bisa mengingat banyak materi tanpa mencatat tentu hampir mustahil. Karena itu catatlah poin-poin penting dari tiap-tiap materi.

Cara mencatat ini bisa jadi sangat subjektif, maksudnya, saya lebih bisa memahami atau mengingat apa yang saya catat dibanding membaca catatan orang lain. Walaupun mungkin catatan orang lain lebih lengkap. Mencatat sendiri memudahkan kita mengingat karena pilihan kata-kata kita bisa lebih enak ditangkap diri sendiri. Saya pribadi lebih suka mencatat di kertas, di buku catatan kecil khusus, dan tidak di laptop.

Tip kedua, ini bagi yang sering lupa mencatat atau lupa menyisihkan waktu, catatlah dua materi langsung di pagi hari. Sehabis subuh di hari Selasa misalnya, Anda bisa mendengarkan dan mencatat materi hari Senin dan Selasa, karena biasanya materi dibagikan saat subuh. Dengan begini lebih hemat waktu. Tetapi jangan lupa untuk segera mengerjakan evaluasi harian hari sebelumnya, ya. 

Tip ketiga, buatlah deadline sendiri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di jam-jam menjelang penutupan evaluasi, situs HSI kerap sulit diakses. Kenapa? Ya, kemungkinan besar karena banyak yang mengerjakan evaluasi di ujung waktu. Entah kenapa.

Jadi, agar tidak berada dalam situasi menegangkan yang tidak perlu, buatlah deadline pribadi. Misal, untuk evaluasi pekanan yang ditutup pada Senin pukul 14.00, saya biasanya menargetkan untuk selesai maksimal hari Minggu malamnya. Sehingga akses lancar, dan di hari Senin kita sudah siap dengan materi baru.

Begitupula dengan evaluasi akhir, targetkan untuk mengerjakan maksimal H-1 penutupan. Jangan lupa  juga muroja'ah materi sebelum evaluasi, ya!

Tip terakhir adalah simpan username dan password situs HSI di ponsel atau laptop yang biasa digunakan untuk evaluasi. Jadi, ketika Anda login tak perlu bolak-balik memasukkan username dan password. Ini sangat bermanfaat bagi yang sering lupa atau ganti password seperti saya. Walaupun sudah mencatat username dan password, kadang saya lupa juga di mana mencatatnya. Astaghfirullah. 

Baiklah, itu tadi tip sederhana, semoga bermanfaat. 

Nah, jadi, apa itu HSI Abdullah Roy?

HSI (Halaqah Silsilah Ilmiyyah) Abdullah Roy adalah kelas atau program belajar agama Islam. Metodenya ada yang offline ada yang online. Saya ikut yang online via grup WA. Materi belajar diberikan pada hari  Senin-Jumat dalam bentuk audio pendek, berdurasi 2-7 menit.

Apa yang dipelajari? Di sini kita belajar Islam dari dasarnya banget. Dari mulai mengenal Allah, mengenal Rasulullah, mengenal agama Islam, lalu satu per satu rukun iman, juga sirah nabawiyah dibahas secara terstruktur. Karena audionya pendek-pendek, tentu materinya tidak selengkap seperti yang bisa dibaca di kitab-kitab para ulama, ya.

(Flyer pendaftaran HSI Abdullah Roy)

Bagi saya yang awam ini, sistem seperti ini nyaman sekali diikuti dan mudah dipahami insyaallah. Setiap hari akan ada evaluasi harian dalam bentuk soal pilihan ganda. Ngga banyak, kok, hanya dua soal per hari, soal diambil dari materi hari itu juga. Dan di akhir pekan ada evaluasi pekanan berjumlah delapan soal.

Di akhir silsilah, biasanya setelah 25 materi, akan ada evaluasi akhir. Jumlah soalnya puluhan, saya lupa tepatnya. Dan setelah evaluasi akhir, akan ada nilai akhir. Bagi yang nilainya rasib, gayib, dan maqbul akan di-DO dari kelas. It’s just that simple, right?

Untuk info lebih lengkap bisa ke situs www.abdullahroy.com ya. Fyi, kelas ini tidak dipungut biaya. :)

Sekian tulisan kali ini. Mohon maaf kalau ada info yang salah atau kurang. Semoga bermanfaat. :)


Share:

08 January 2021

Mari Menikmati Kebisingan


Judul: Bising
Penulis: Kurniawan Gunadi
Tahun Terbit: 2020
Penerbit: Bentang Pustaka


Saya membeli buku ini di akhir tahun 2020, dan buku ini resmi jadi buku pertama yang tamat saya baca di 2021. 

Awalnya saya bingung membaca buku ini, setelah membaca beberapa puluh halaman, baru kusadari ternyata ini kumpulan cerita. Ya ampun, telat amat ya nyadarnya. Wkwk.

Lebih tepatnya ini semacam kumpulan curhatan, kejujuran terdalam, perasaan terpendam, yang tidak hanya ada dalam diri seseorang, tapi dalam diri banyak orang. Dari sekian banyak kebisingan dalam buku ini, saya yakin minimal ada satu atau dua atau mungkin lebih, yang Anda bisa relate. Atau paling tidak terasa “mirip” dengan kehidupan Anda, atau orang di sekitar Anda.

Di beberapa cerita saya bahkan merasa “jangan-jangan ini curhatan temenku”, karena mirip banget sikonnya. 

Biasanya saya kurang suka buku-buku semacam ini, hanya baca beberapa halaman lalu berhenti karena terasa klise. Akan tetapi, Bising ini rasanya berbeda dan menohok. Di buku ini ada berbagai sudut pandang yang begitu mewakili dan jujur, blak-blakan. Ada puluhan cerita dengan tokoh “Aku” yang berbeda-beda. Ada istri yang kecewa, suami yang baru di-PHK, bujangan yang mendamba akhwat, wanita yang muak dengan omongan tetangga, orang tua yang tak memahami anak milenial, dll.

Salah satu yang membuat terharu yaitu cerita berjudul “Menembus Sepinya Jalan”. Curhatan seorang tukang nasi goreng keliling yang merasa gagal mendidik anak. Anaknya nyebelin gaes. :’(

Bagi saya sendiri ini pengalamn baru membaca buku dengan genre atau format seperti ini. Membuat Bising terasa segar, menghibur, sekaligus memberi banyak pelajaran berharga. Beberapa quote yang saya suka dari buku ini:

"Bagaimana mungkin kamu merasa kalah padahal kamu tidak berjuang?" (hlm. 139)

"Aku tidak pernah melihat saudara yang sibuk bergunjing seperti itu. Tak ada saudara yang seperti itu." (hlm. 133)

"Aku ingin sekali memeluknya, dan mendapatkan pelukan yang dulu pernah kuterima setiap hari kala dia masih kecil." (hlm. 63)

Buku yang unik untuk mengawali tahun. Pesan dalam buku ini kurang lebih agar lebih mendengarkan kata hati, agar berani, tegar, dan jujur pada diri sendiri. :))

Share: