Dulu, saya dengar Tere Liye pernah membuka semacam kelas menulis–entah daring atau luring. Lalu, dalam kelasnya itu, ia mewajibkan para peserta untuk menulis setiap hari minimal seribu kata. Seribu kata. Setiap hari, selama sebulan atau lebih, saya lupa.
Mendengarnya saja membuat saya minder. Akan tetapi, saya yakin, hal itu bisa membuat pesertanya jadi luwes menulis, dan tentu menumbuhkan kebiasaan yang bagus. Saya penasaran dan coba mengikuti kelas menulis dengan konsep mirip—tapi bukan kelasnya Tere Liye, ya.
Beberapa kali saya mengikuti kelas menulis yang mewajibkan menulis setiap hari, dan ada batas minimal jumlah kata. Hasilnya, saya mungkin bisa menulis setiap hari, dengan topik random, tapi rasanya, something is not right. Setelah kelas selesai, saya justru merasa lelah, seperti habis lari sprint, dan langsung ingin istirahat, hiatus.
Tulisan yang dihasilkan terasa hambar, seperti sekadar memenuhi kewajiban. Terasa kurang bermakna, saya juga kurang puas dengan hasil tersebut. Walaupun beberapa di antaranya memuaskan, dan bermakna bagi saya pribadi, tapi hanya sebagian kecil. Mungkin sekitar dua puluh persennya saja.
Menemukan Rutinitas yang Tepat
Akhirnya, saya menyadari, mungkin cara yang tepat bagi saya bukanlah menulis setiap hari. Dalam konteks membuat tulisan yang bermakna dan bukan sekadar curhat, saya tidak harus menulis setiap hari. Seperti sebuah program diet yang bisa berbeda-beda pada tiap orang, rutinitas menulis pun sama. Bisa disesuaikan tergantung kondisi seseorang.
Lalu bagaimana? Karena saya juga masih bercita-cita menjadi penulis, maka saya merancang rutinitas sendiri. Saya menargetkan menulis minimal satu tulisan bermakna setiap minggunya. Inilah rutinitas yang saya coba bangun. Yaa memang terdengar enteng, ya, hanya satu tulisan tiap minggu, dengan jumlah kata sekitar 500. Namun, bagi saya yang super moody, jika ini bisa konsisten pun sudah menjadi pencapaian sendiri.
Rutinitas Pendukung
Di sisi lain, saya juga menyadari bahwa untuk membuat tulisan yang bermakna, dan menjaga mood menulis, saya harus rutin membaca setiap hari. Membaca buku, atau artikel, atau berita secara utuh. Bagi saya, aktivitas satu ini lebih penting. Karena dengan input-input ini biasanya menghasilkan opini pribadi yang ingin sekali saya tuang dalam tulisan.
Contoh, ketika membaca sebuah novel, kalau menurut saya bagus, maka saya ingin orang lain tahu. Saya jadi semangat menulis review novel tersebut. Atau sebaliknya, ketika membaca buku yang menurut saya kurang oke, saya juga jadi ingin ngedumel lewat tulisan. Hehe. Anyway, banyak input artinya banyak dorongan untuk menulis. Dan input yang paling mudah didapat saat ini adalah dengan membaca.
Kesimpulannya
Jadi, kalau ditanya tentang rutinitas menulis yang saya lakukan, maka jawabannya adalah seminggu sekali menghasilkan satu tulisan bermakna. Tulisan yang membahagiakan dan memuaskan bagi saya pribadi. Dan untuk menunjang hal itu, saya harus rutin membaca setiap hari. Bacaan yang juga bermakna.
Akan tetapi, kalau ditanya rutinitas menulis seperti apa yang bisa membuat seseorang menjadi penulis andal, mungkin jawaban yang lebih tepercaya adalah caranya Bang Tere Liye itu tadi. Wkwk.
0 comments:
Post a Comment