Resensi Novel Perkumpulan Anak Luar Nikah

Novel perkumpulan anak luar nikah

Bukan, ini bukan novel tentang anak-anak yang lahir dari hasil married by accident. Sama sekali bukan.


Iya, saya awalnya juga berpikir begitu. Hyahaha. Tapi ternyata malah jauh lebih menarik dari istilah itu sendiri. Ok, let's talk about this book.


Martha, seorang ibu rumah tangga keturunan China-Indonesia (Cindo) yang tinggal di Singapura, terancam dipenjara karena memalsukan dokumen. Dokumen itu adalah akta kelahiran, dan dia gunakan untuk mendaftar beasiswa di sebuah kampus ternama di Singapura. 


Namun, pemalsuan itu baru diketahui khalayak ramai setelah bertahun-tahun Martha lulus kuliah. Siapakah gerangan yang membocorkannya? Well, dalam perjalanan novel ini, pertanyaan itu tidak lagi penting. Pertanyaan "why" lah yang menjadi inti cerita novel ini.


Martha melakukan pemalsuan itu karena ia ingin di aktanya tertulis nama mama dan papanya, alih-alih "anak di luar nikah". Kenapa? Karena memang secara de facto ia bukan anak di luar nikah, tapi secara de jure, yes, she is


Perkara birokrasi menjadi momok tersendiri bagi seorang Martha karena ia Cindo, dan bukan orang kaya. Jika sebagai WNI saja kita sering dibuat kesal dengan aturan dan tradisi di birokrasi, maka bagi orang-orang Chindo hal itu berkali lipat lebih menyebalkan. Martha pun mengambil jalan pintas dengan mengubah sendiri akte kelahirannya. Buntutnya, Martha kini harus menghadapi pengadilan di Singapura yang terkenal strict.


Novel ini adalah paket komplit, ada cerita tentang keluarga, ada romance tanpa drama lebay, ada unsur politik, sejarah China di Indonesia, kisah tragedi Mei 98, ada tradisi dan budaya, juga tentang mengejar cita-cita. Selama membaca PALN dari awal sampai akhir, saya terus membatin, "berapa lama riset yang dilakukan penulisnya, ya?". Karena novel ini memang tipe yang perlu riset detil, mengenai kehidupan di Singapura, sistem peradilan di sana, dan kehidupan kampusnya. 


Tidak hanya Singapura, banyak juga latar tempat dan budaya di Indonesia yang membuat novel ini terasa begitu nyata. Karena membahas suku, agama, ras, dan sejarah, tentu tidak bisa asal bicara. Ada mitos-mitos seputar Cindo, ada asumsi-asumsi yang sudah mengakar di masyarakat, terklarifikasi dalam novel ini. 


Setelah membaca PALN saya harus mengingatkan diri saya bahwa ini adalah novel, cerita fiksi, bukan buku sejarah yang seluruhnya fakta. Walaupun tentu saja, ada bagian-bagian yang memang based on true story, alias nyata. Selain itu, dengan cerita dan latar yang kental dengan suku dan ras, tentunya novel ini juga menyinggung tentang nasionalisme. 


Ya, mungkin kita yang bukan Chindo tidak pernah ditanya tentang seberapa besar kecintaan kita terhadap bangsa ini. Seolah dengan lahir dan besar di sini, memiliki ciri fisik yang sama dengan kebanyakan orang, berarti kita cinta negeri ini. Dan sebaliknya. Akan tetapi, apakah benar demikian? Jika posisinya dibalik, akankah kita masih bertahan dengan negara ini? Sebagaimana Martha yang bertahan dengan status WNI bahkan ketika tinggal bertahun-tahun di luar negeri? Ah, cocok sekali dibaca di bulan Agustus, ya, kan?


Posisi Martha sebagai ibu rumah tangga juga menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Ketika banyak novel-novel bercerita tentang wanita muda berkarier di kantor elite, novel ini mengambil posisi ibu rumah tangga. Padahal Martha punya prestasi cemerlang di kampus. Juga pernah bekerja di perusahaan besar. Namun, ia memilih menjadi ibu rumah tangga berdaster yang mengurus anak-anaknya. Kok, saya terharu, ya. :')


Anyway, karya Grace Tioso ini sangat recommended. Membaca novel ini seperti sedang menikmati cemilan kesukaan yang ingin terus kita makan, tapi tidak ingin segera habis. wkwk. Bukan novel ringan, tapi juga tidak berat. Berisi, sarat informasi, bukan sekadar asumsi. Pun demikian, novel ini tetap bisa menghibur. 



Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Lima Hal yang Membuat Bartimaeus Trilogy Menarik