Resensi Novel Yang Telah Lama Pergi

Penulis: Tere Liye

Tahun Terbit: 2023

Penerbit: Sabakgrip



Desain sampul novel itu terlalu monoton dan tidak menarik, juga memberi kesan cerita dalam buku itu temanya “berat”. Begitulah komentar saya dalam hati ketika pertama kali melihat novel Yang Telah Lama Pergi di toko buku. Hanya satu hal yang membuat saya tertarik mengambil novel itu, yaitu nama penulisnya: Tere Liye. itu pun saya tidak lantas membelinya. Haha. 


Setelah beberapa kali ke toko buku, membaca beberapa halamannya, barulah saya memutuskan membeli buku sejarah ini. Fyi, saya beli di toko oren, official store Tere Liye karena harganya jauh lebih murah. 🙂

Lalu apakah benar kalau novel ini berat dan monoton? Hahahaha. Ternyata–seperti biasa–saya salah sangka! Dan seperti novel Tere Liye lainnya yang sudah saya baca, this one is good, it’s great!


Sinopsis


Novel ini mengajak kita berkelana ke zaman ratusan tahun lalu, jauh sebelum ada ponsel dan medsos. Tepatnya tahun 1270-an. Seorang pemuda dari Baghdad memilih pergi berlayar, meninggalkan istri tercinta yang sedang hamil anak pertama, demi bisa menyelesaikan gambar peta Pulau Swarnadwipa. 


Pemuda itu bernama Mas’ud, seorang kartografer alias ahli pembuat peta. Dalam perjalanannya berlayar, ia ditangkap oleh bajak laut karena dikira mata-mata kerajaan Sriwijaya. Dikisahkan bahwa Sriwijaya saat itu sedang gencar melawan bajak laut karena mengancam perdagangan.


Namun, Mas’ud beruntung karena seorang biksu di kapal itu menyelamatkannya dari tukang jagal bajak laut. Biksu itu lalu mengenalkan Mas’ud kepada Remasut yang merupakan raja perompak.


Di sinilah kisah sebenarnya dimulai. Tentang perjalanan panjang Raja Perompak untuk menumbangkan pemimpin Sriwijaya. Raja Perompak memiliki dendam kesumat sejak kecil karena orang tuanya dihabisi secara sadis oleh armada kerajaan Sriwijaya. Berbekal dendam itu ia berkelana, memupuk kemampuan bertahan hidup, bertarung, bekerja sama, dan meniti karir menjadi raja perompak.


Mas’ud “bergabung” di saat yang genting, yaitu ketika kelompok besar bajak laut ini hendak melancarkan serangan. Dengan keahliannya membuat peta, dan hafal betul keadaan Pulau Swarnadwipa, Mas’ud diajak bergabung oleh bajak laut.


Merasa tak punya pilihan, Mas’ud pun mengiyakan. Padahal dalam hatinya ia meyakini bahwa bajak laut adalah penjahat, dan ia tidak ingin terlibat peperangan–apalagi ia tak punya keahlian bertarung. Namun, perjalanan bersama Raja Perompak itu perlahan membuatnya berubah pikiran.


Ulasan


Walaupun mengambil latar zaman kerajaan Sriwijaya, dan karakter utama seorang bajak laut dan kartografer, novel ini tidak lantas serius dan berat. Malah, novel ini sangat enjoyable dan membuat cengar-cengir bahkan tertawa di beberapa bagiannya.


Mas’ud dengan sikapnya yang lugu dan polos tetapi berada di tengah perang menjadi hiburan tersendiri. Tokoh Pembayun–penasihat Raja Perompak–juga banyak berperan, karena di novel ini sebagiannya adalah kisah hidup Raja Perompak yang diceritakan oleh Pembayun kepada Mas’ud.


Beberapa tokoh figurannya juga memiliki latar belakang yang menarik, seperti Ajwad sang koki dari Arab, Emishi si samurai dari Jepang, dan Remisit (sepupu Remasut) yang humoris. 


Bukan novel Tere Liye kalau tidak memiliki pesan positif. Dalam novel ini, kita diberikan pesan untuk rajin, bekerja keras, kuat, cerdas, dan memiliki prinsip hidup. Ada juga sekelumit drama atau politik kerajaan yang yaa menyentil kehidupan di negara kita ini. Jelas pesannya adalah agar kita tidak menjadi seperti mereka-mereka yang serakah dan korup.


Novel ini terasa segar dan menghibur. Dan tentu khas kisah-kisah peperangan, kita dibuat penasaran, apakah misi Raja Perompak akan berhasil? Siapakah yang mati dalam peperangan ini? 


Akan tetapi…


Terlepas dari hal-hal menarik dalam novel ini, ada beberapa yang menurut saya mengurangi kesenangan dalam membacanya. Beberapa diksi diulang-ulang sehingga agak jenuh. Lalu, dialog beberapa tokohnya yang terkesan mirip, jadi kadang sulit membedakan siapa yang sedang bicara.

Namun, ah, itu tidak berarti apa-apa dibandingkan inti ceritanya sendiri.


Rasanya resensi ini sudah terlalu panjang. Baiklah, sekian resensi ini. Terima kasih telah membaca. Oh iya, satu lagi, kalian mungkin akan suka dan tertawa-tawa dengan nama tokoh penjahat utama di novel ini. Ada di halaman 434. You’re welcome. Hyahaha.


=======================

Ini adalah tulisan pertama saya di 30 Days Writing Challenge jilid 46. 1 Juni 2024. Doakan semoga bisa konsisten dan bermanfaat, ya!

 

#30DWCJilid46
#Day1
#30DWC

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Resensi Teruslah Bodoh Jangan Pintar (Tere Liye)