Untuk Emak-Emak yang Ingin Menulis Opini


Beberapa waktu lalu saya mengikuti kelas daring dari Tempo Institute yang membahas tentang penulisan opini. Kelas itu diampu oleh Mas Iwan Setiawan yang merupakan Redaktur Pelaksana Tempo.

Secara umum, opini adalah tulisan ilmiah populer, tentang suatu isu spesifik, berkaitan dengan pembuat kebijakan, dan sasaran pembaca adalah masyarakat umum. Karena diadakan oleh Tempo, tentu yang dijelaskan adalah kriteria opini yang biasa dimuat di sana. Memuat isu yang memang serius, secara lugas, dengan tema-tema sosial, budaya, dan politik.

Di kelas daring ini ada sesi tanya jawab. Muncullah sebuah pertanyaan dari salah satu peserta. “Apakah latar belakang penulis juga berpengaruh agar tulisannya dimuat atau tidak?”

Jawaban Mas Iwan adalah “Iya”.

Tidak mengherankan, karena jika mengomentari sebuah isu penting, yang memang serius, wajar kalau kita mempertimbangkan siapa yang berbicara. Misalnya, opini tentang sebuah isu politik dari seseorang yang memang mempelajari dan menekuni dunia politik sudah sewajarnya lebih diakui, ketimbang opini dari orang bidang lain.

Namun, Mas Iwan juga menambahkan, tidak melulu orang tersebut harus berlatar belakang pendidikan yang sejalan dengan tema tulisannya. Adakalanya orang tersebut bukan lulusan bidang tertentu, tapi keahliannya diakui oleh banyak orang. Contoh paling mudah adalah Ivan Lanin, lulusan teknik kimia dan teknologi informasi, yang justru lebih dikenal sebagai ahli bahasa Indonesia. 

Nah, setelah jawaban itu, ada seorang peserta yang menanggapi di kolom chat Zoom. “Berarti IRT ngga bisa dong, ya”.

Tanggapan ini tidak dibahas oleh narasumber, tetapi ini justru yang menggelitik bagi saya. Karena seorang IRT pun seharusnya bisa tetap menulis opini. Jika ia memiliki background yang sesuai dengan topik yang ditulisnya, why not? Seorang IRT dengan latar belakang pendidikan magister hukum, sangat bisa menulis tema-tema seputar hukum. 

Selanjutnya, tinggal melihat di media mana sebaiknya kita mengirimkan opini atau tulisan. Media seperti Tempo, Kompas, dkk, tentu akan lebih memilih penulis yang latar belakangnya sesuai dan memang bekerja di bidang itu. 

Akan tetapi di zaman sekarang, media online sangat banyak. Ada media yang lebih luwes dalam menerima tulisan, sebut saja Terminal Mojok dan Sediksi. Tidak dituntut untuk punya pendidikan ini dan itu. 

Intinya, bagi para ibu rumah tangga yang memang suka menulis, menulislah. Tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal lain dulu. Jika sudah dikirimkan ke media dan ternyata ditolak–sebagaimana yang sering saya alami, bisa diunggah di media sosial atau blog pribadi. 

Saat ini, publikasi bukan hanya milik media raksasa. Setiap orang punya pena di genggamannya. Masalahnya adalah, apakah tulisan kita bermanfaat atau tidak? Membawa kebaikan atau sebaliknya? Mungkin itu yang lebih penting untuk dipikirkan. :)

#30DWCJilid46

#30DWC

#Day5


Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Resensi Teruslah Bodoh Jangan Pintar (Tere Liye)