Yang Baru Kutahu tentang Khitan


Karena tidak punya saudara laki-laki, saya benar-benar buta tentang sunat menyunat alias khitan. Dan ketika anak sulung sunat hari Minggu lalu, barulah saya menyadari beberapa hal tentang khitan ini.

Pertama, selain proses sunat itu sendiri, yang juga butuh kesabaran adalah proses penyembuhannya. Tadinya saya pikir, setelah melewati proses sunat, maka sudah selesai. Yaa tinggal penyembuhan layaknya penyembuhan luka pada umumnya begitu. Seperti habis lahiran normal lah, bahkan setelah selesai dijahit sudah tidak sakit lagi.

Ternyata tidak! Proses penyembuhan khitan ini bahkan mungkin lebih menantang dibanding khitannya yang hanya 20 menit itu. Mungkin karena ada bagian yang dihilangkan, ya, jadi sakitnya pun luar biasa.

Terutama ketika efek bius habis, aku agak kaget juga karena anaknya teriak-teriak kesakitan. Untunglah keluarga suami sudah tidak heran, dan katanya memang wajar. “Dulu bapaknya juga gitu,” kata mereka. Setelah obat painkiller bekerja, alhamdulillah sakitnya hilang, tidak histeris lagi. Jadi, lesson learned nomor satu adalah, ketika anak selesai sunat, langsung minumkan painkiller. Segera. 

Kedua, penyembuhan ini kalau kuibaratkan seperti metamorfosis dari ulat menjadi kupu-kupu. Wkwk. Ok, mungkin ini agak lebay, tapi kurang lebih begitu. Kupikir setelah sunat, bentuk penisnya akan langsung rapi. Rupanya, akan ada proses menunggu lukanya kering, lalu lukanya akan mengeluarkan ekstrudat berwarna kuning (bukan nanah). Kemudian di hari ke sekian perlu rutin berendam, kemudian bekas luka menjadi koreng, lalu lepas dengan sendirinya. Kurang lebih 2-3 minggu, kata dokter. It takes some times. 

Semoga Allah lancarkan proses penyembuhan ini. Aamiin.


#30DWCjilid46
#30DWC
#Day24

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Review Novel The Star and I (Ilana Tan)

Kalis