30 August 2025

Review Under the Queen’s Umbrella: Empat Sifat yang Perlu Dimiliki Seorang Ibu Selain “Galak”

                                                                                    (sumber gambar: Asian Wiki)


Under the Queen’s Umbrella adalah drama Korea yang tayang di tahun 2022. Drama ini bercerita tentang Ratu Hwa Ryeong yang memiliki lima orang anak laki-laki, dan salah satunya adalah putra mahkota yang akan menjadi penerus raja. Namun, Ibu Suri (mertua si ratu) berusaha menggagalkan hal itu. Bersama salah satu selir raja, Ibu Suri membuat rencana untuk menjatuhkan ratu dan anak-anaknya.


Untungnya, Ratu Hwa Ryeong pun sudah siap menghadapi serangan dari para musuh yang hendak mencelakai kelima putranya. 


Setelah menonton Under The Queen’s Umbrella, aku menyadari bahwa ternyata sifat galak yang identik dengan ibu-ibu itu tidak melulu buruk, lho. Asalkan diiringi dengan empat sifat berikut ini.


Cerdas

Sejak awal, sosok ratu atau permaisuri yang diperankan oleh Kim Hye-soo digambarkan memiliki sifat galak. Paling tidak kepada anak-anaknya yang semuanya laki-laki (dan ganteng-ganteng #eh).


Namun, sifat galak ini juga dibarengi dengan kecerdasan sang ratu. Baik kecerdasan mental maupun intelektual. Contohnya, ketika para pangeran diharuskan mengikuti ujian tertulis, Ratu Hwa Ryeong lebih dulu mempelajari ratusan  buku, agar bisa membantu anak-anaknya belajar dengan lebih fokus. Kalau tidak cerdas, pasti sudah pengsan dengan metode SKS (sistem kebut semalam) di usia tidak muda lagi. Hahaha.


Ia juga berkali-kali menjawab dengan elegan nyinyiran dari Ibu Suri. Bukan dengan marah atau mencak-mencak tak karuan. Hanya orang-orang yang cerdas yang bisa tenang menghadapi ibu mertua macam itu. Iya, kan?


Berani

Posisi Hwa Ryeong sebagai ratu tentu mendukungnya untuk memiliki keberanian. Namun, jika dibalik, tidak semua yang punya posisi tinggi itu berani mengambil keputusan yang benar. Bahkan sang raja dalam drama ini memiliki sejumlah ketakutan sehingga mengambil langkah yang salah.


Di salah satu episode, sang Ratu berani bicara di depan para menteri kerajaan ketika isu Putra Mahkota sakit merebak. Ia juga berani menghadapi dan bicara mengenai “kelainan” yang dimiliki anaknya. Ini juga perlu keberanian, karena sebagai ibu tentu ada keinginian menutupi kesalahan atau kekurangan anak.


Menjadi ibu yang cerdas itu bagus, tapi selain itu, penting juga untuk menjadi ibu yang berani. Berani membela diri dan keluarga jika di posisi yang benar, dan berani menghadapi masalah. 


Lembut

Walaupun digambarkan sebagai tokoh yang galak, kuat, tegas, Ratu Hwa Ryeong juga punya sisi lembut yang tidak kalah mencolok. Misalnya, ketika menenangkan pangeran (anak dari selir raja) yang mencoba bunuh diri. Ia mengobrol dengan santai sambil makan.


Begitu juga ketika ngobrol dengan anak tertuanya, Putra Mahkota, terlihat sisi lembut dan keibuannya. Jadi, kalaupun kita sering ngomel, jangan lupa, kelembutan itu tetap ada dan perlu dikeluarkan juga, ya, Bu.


Menghormati Suami

Sepanjang menonton serial ini, saya beberapa kali kesal pada karakter raja. Beberapa kali juga saya menebak bahwa Ratu akan mengamuk atau marah kepada suaminya itu. Ternyata tidak.


Sang Ratu tetap mematuhi aturan kerajaan, dan bicara kepada raja dengan sopan. Bahkan ketika hanya berduaan dengan raja, dan emosi sudah di ubun-ubun (alias menjelang episode akhir), si ratu ini tidak marah-marah atau mengamuk ke raja.


Respon Raja pun akhirnya tidak mengecewakan amat. Jadi, yaa, menurut saya sih ini salah satu sikap seorang istri yang perlu ditiru.


Nah, kalau empat sifat di atas sudah ada, maka sifat galak pun rasanya jadi bisa dimaklumi atau bahkan tertutupi. Menurut ibu-ibu gimana, nih?


Share:

29 May 2025

Akhirnya Lulus! Drama Menyapih Anak Kedua


Ungkapan “tiap anak kan beda-beda (sifat, dllnya)” adalah sungguh benar. Saya merasakan ungkapan ini benar-benar cocok. Anak pertama saya, sejak lahir seperti sudah bawaan gen gemuk. Usia tiga bulan beratnya 8 kg, ASI eksklusif. Pas mulai MPASI no drama, langsung mau, apa aja dikasih ditelen aja sama dia. 

Bahkan tidak jarang saya bikinkan campuran telur, ayam, wortel, dan apa lagi ya lupa, itu dikukus, dan aromanya itu emang somehow kureng. Tapi anak pertama saya tetap mau aja. Teman-teman saya sampai heran, malah ada yang komen, “Ini baunya kok gini? Dia mau makan itu?” saking tidak menariknya itu MPASI buatan saya secara rupa dan aroma. Hahaha. 


Alhamdulillah anaknya mau-mau aja, dan tetap berisi sampai usia tiga tahunan. Di usia empat tahunan pun masih chubby. Baru setelah masuk TK badannya kurusan, tapi tinggi menjulang.


Sedangkan adiknya, memang beda. Di usia enam bulan, BB-nya pas-pasan. Ketika mulai MPASI pun ogah-ogahan. Dimasakin ini itu tetap sulit masuk. Baru lancar makan kira-kira usia menjelang dua tahun. Alhamdulillah sekarang sudah lebih bisa menerima apa aja yang dikasih.


Anak pertama sweet tooth, anak kedua tidak suka manis. Ah, pokoknya beda sekali lah dua bocil ini. Termasuk ketika proses menyapih.


Menyapih anak pertama tuh ibarat kata orang sekarang, weaning with love. Sedangkan menyapih anak kedua, sudahlah telat jauh, pakai drama, air mata, dan emosi pula. Karena sudah berkali-kali disounding, tapi ketika minta nen dan tidak dikasih, dia mengamuk. Dan makin besar usia, ngamuknya makin sangar. Teriakannya pun nyaring melengking.


Saya sampai kehabisan akal. Dan bertanya-tanya sendiri, gimana cara menyapih anak ini? Apalagi malam hari, kalau tidur masih nen dulu, tengah malam pun juga. Akhirnya, saya pun pasrah.


Di bulan Ramadan kemarin, salah satu doa saya adalah agar Allah memudahkan proses menyapih, agar Allah mampukan anak saya ini untuk berhenti menyusu. Karena saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Dan apa yang terjadi? Masyaallah, di bulan Ramadan itu, frekuensi menyusu berkurang kira-kira 60%! 


Awalnya karena dia minta nen, saya tidak kasih karena lelah. Dia menangis meraung-raung. Saya bilang berkali-kali sambil saya usap-usap, sambil dia tetap meraung, “Dedek sudah tidak nen ya, mama sayang dede, tapi dede sudah tidak boleh nen.” Dan saya beri opsi untuk gendong. Awalnya dia tidak mau gendong, menangis guling-guling sekitar sepuluh menit. Akhirnya mau juga dia digendong.


Saya ulang-ulang ucapan “mama sayang dede”. Karena yaa saya paham di usianya, dia sebenarnya sudah tidak perlu ASI, toh produksi ASI saya juga tinggal secuil. Namun, dia mencari kenyamanan, rasa aman. Maka saya coba tawarkan itu. Selain tawarkan makan dan minum juga sebagai pengganti nen.


Alhamdulillah, setelahnya, frekuensi menyusu langsung jauh berkurang. Setiap kali dia minta nen, dan saya bilang “no no nen”, dia hanya marah dan menangis sebentar, setelahnya minta makan. Tapi memang, nafsu makannya jadi melonjak. 


Alhamdulillah. Bagi saya, progress menyapih yang signifikan di bulan puasa kemarin itu seperti sebuah keajaiban. Benar-benar pengabulan doa. Benar-benar Allah yang mudahkan. Karena sebelumnya sudah berkali-kali dicoba dengan cara yang kurang lebih sama, tapi hasilnya nihil. Salah satu faktornya karena saya yang kurang konsisten juga, dan moody.


Mungkin di bulan puasa kemarin itu, saya lebih bisa mengatur mood dan emosi juga. Alhamdulillah.


Buat para ibu yang sedang berjuang menyapih, well, saya hanya bisa bilang, tetap semangat dan berdoa yang kencang. Semoga Allah mudahkan segala urusan kita. Aamiin.


Share:

27 April 2025

Review Novel Sebelas (Tere Liye)



Saya yakin para pembaca novel-novel Tere Liye pasti sudah paham bahwa karya-karyanya Bang Tere itu sarat makna, penuh pesan moral, dan tak lupa selipan curhat seputar sosial politik. Hal itu pula yang akan kita dapatkan di novel terbarunya kali ini.


SEBELAS, bercerita tentang seorang bule asal Spanyol yang melakukan perjalanan keliling Indonesia, dari Papua sampai Aceh, demi mengumpulkan sebelas orang pemain U-17, untuk melawan tim-tim besar Eropa. Bule bernama Paul ini adalah mantan pemain sepakbola dunia yang tiba-tiba kabur dari negaranya--di tengah kesuksesannya--karena masalah keluarga yang sangat pelik.


Wow banget, kan? Dihadapkan dengan premis seperti ini, saya sebagai pembaca tentu bertanya-tanya, “Ah, ngga mungkin lah bisa pemain Indonesia melawan tim besar Eropa. Eh, tapi who knows? Ini kan novel”. 


Tapi bukanlah Tere Liye jika tidak menghadirkan kejutan manis. Ketika di awal saya penasaran dengan pertandingan melawan tim-tim Eropa itu, di tengah-tengah barulah saya memahami. Novel ini bukan tentang pertandingan bola itu sendiri. Ini tentang kisah-kisah yang terselip di antaranya. 


Tentang perjuangan anak-anak Indonesia untuk bisa berkembang menjadi lebih baik. Tentang bakat yang seringkali terimpit oleh keadaan yang serbasulit. Tentang memaafkan masa lalu yang tidak bisa diubah lagi.


Kejutan lain adalah bab penutup. Ah, sungguh sebuah bab penutup yang di luar prediksi BMKG. Banyak tawa dan halu. Hahahaha. Overall, sangat rekomended, menghibur sekaligus “berisi”. As always


Share:

25 November 2024

Hewan yang Paling Bikin Degdegan

Apa pengalaman masa kecil yang paling menegangkan? Kalau saya, jawabannya adalah dikejar dan digigit anjing. Ouch!

Semua berawal ketika aku mau main ke rumah teman yang memelihara anjing. Kalau dipikir ya aneh juga aku, udah tau teman pelihara anjing yang siap siaga di depan rumah, masih aja aku nekat. Yah, namanya juga anak-anak, yang penting main sama teman! Walaupun berisiko besar. Wkwk.

Jadi pas aku sampai di depan rumahnya, itu anjing lagi tidur persis di depan pintu rumah. Rumahnya tidak ada bel, dan zaman itu belum punya HP, tentu aku harus panggil-panggil teman secara manual dong. Kupanggillah. Ngga terlalu kencang karena takut anjingnya kebangun. Benar saja, anjingnya kebangung dan aku pun langsung panik.

Aku lari ke rumah depan, anjingnya mengejar dengan gigih. Sampai akhirnya aku terdesak, dan terjadilah hal itu. Wkwk.

Walaupun begitu, aku masih bersyukur karena qodarullah di hari itu aku pakai celana jeans jadul yg kaku dan tebal. Jd walaupun sakit, tapi bokongku aman, ngga luka. 

Sampai sekarang, tiap kali berpapasan dengan anjing, jenis apapun itu, aku langsung degdegan, mode waspada, dan otomatis menjaga jarak, sejauh mungkin. Sebagian orang mungkin menilai aku terlalu takut atau lebay. Namun, ya, bagaimana lagi. Bagiku kata-kata "anjingnya jinak ngga bakal nggigit" adalah hoaks.

#RBMNov2024
#RBMIPJakarta
#tantanganmenulis
Share:

24 November 2024

Anak Pasti Lebih Paham Bahasa Indonesia Dibanding Bahasa Asing, Benarkah?

Gambar dari Pexels


Karena sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, anak-anak pun otomatis bisa dan lancar berbahasa Indonesia. Kalau begitu ajarkan bahasa Inggris saja. Pernahkah terpikir demikian? Saya pernah. Apalagi mulai usia 3 tahunan, anak sulungku sudah lancar bicara, kosakata bahasa Indonesianya banyak dan cenderung formal. Misal, dia terbiasa mengatakan “tidak” daripada “ngga”, “sangat” daripada “banget”, dll. Amanlah ini bahasa Indonesianya, pikir saya.

Namun, seiring berjalannya waktu, munculnya Covid-19, bertambahnya screen time dan paparan bahasa Inggris lewat tayangan YouTube, kemampuan berbahasanya pun berubah. Tiba-tiba saja dia bisa bicara bahasa Inggris! Wow, pertama tentu saya senang-senang saja, tanpa diajari sudah bisa. Apalagi bahasa Inggris memang penting untuk ke depannya nanti.

Alarm mulai muncul ketika si sulung ini ternyata lebih mengerti kosakata bahasa Inggris dibanding bahasa Indonesia. Contohnya, saat saya menjelaskan tentang imunisasi, lalu saya menyebut kata “jarum”, dia bertanya, “Jarum itu apa?”. Saya pun mendeskripsikannya. Dia manggut-manggut. Begitu saya bilang jarum itu needle, dia baru beneran paham. Duh.

Ini tidak sekali dua kali, tapi beberapa kali. Sebagai penggemar dan pembaca buku-buku Ivan Lanin, saya merasa ada yang kurang pas. Bagaimana pun juga, harusnya ia lebih paham kosakata bahasa Indonesia. Toh, dia juga sekolah di sekolah biasa, bukan internasional. Berarti ada sesuatu yang perlu dibenahi. 

Selama ini memang agaknya dia terlena dengan bahasa Inggris. Tontonan bahasa Inggris, buku bacaannya pun dibelikan yang berbahasa Inggris. Alhasil dia lebih paham itu. Walaupun sehari-hari ngobrol bahasa Indonesia, adakalanya dia kesulitan dan justru lebih lancar berbahasa Inggris.

Hhh.. Ternyata, hanya karena sehari-hari memakai bahasa Indonesia, tak berarti anak akan begitu saja cakap berbahasa Indonesia. Dia tetap harus diberi input secara konsisten, diperkenalkan kosakata, bacaan, dengan bahasa nasional ini. Tidak ada pilihan lain. Bahasa Indonesia tetap harus dipelajari dan dikuasai oleh anak-anak. Baru kemudian bahasa asing atau bahasa daerah.

Saat ini saya pun kembali membiasakan si sulung dengan buku bacaan berbahasa Indonesia. Saya juga bilang agar dia bertanya kalau ada kata yang tidak dipahami. Semoga kosakata bahasa Indonesianya akan terus bertambah.


Share:

09 October 2024

Absurd

Ab.surd: a tidak masuk akal; mustahil


Ada hal absurd yang sering kali terjadiah. Kita tahu dunia ini fana, dan sebentar saja, tetapi kita tetap tidak mempersiapkannya dengan baik. Kita tahu bahwa Allah bisa mencabut nyawa kita kapan saja, tetapi kita tetap banyak magernya. Bukankah itu absurd?

Memang manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Memang, kematian adalah sebaik-baik pengingatnya.

Awal bulan Oktober ini, saya kembali diingatkan tentang ini melalui sebuah kejadian yang sangat menyedihkan. Suami dari kawan saya meninggal dunia. Padahal usianya masih muda, baru 29 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang masih balita.

Sang istri tentu saja sangat syok karena almarhum meninggal mendadak, tanpa ada sakit apapun. Begitu tiba-tiba. Teman-teman yang mendengar kabar ini pun tak kalah terkejut. 

Bagi saya, ini benar-benar sebuah pengingat. 

Pengingat bahwa kita ini memang makhluk yang lemah, kapan saja Allah panggil, kita tak bisa menolak. Pengingat bahwa kita sepatutnya memang selalu dalam mode bersiap. Bersiap meninggalkan, dan bersiap ditinggalkan. 

Memang berat membahas tentang ini, tetapi, bukankah hal seperti ini yang akan menjadikan hidup lebih bermakna? Karena kita tahu semua akan ada akhirnya.

Jangan lupa terus berdoa dan berusaha, agar akhir hidup kita husnul khotimah.

Jangan lelah untuk melawan rasa malas, walaupun sering kalah.

Jangan berputus asa, karena ada Allah Ta’ala. 



#Writober2024
#Absurd
#RBMIPJakarta
#IbuProfesional
Share:

01 October 2024

Kalis

Ka.lis: suci; bersih; murni


Ternyata tidak semua yang bersih dan suci akan benar-benar tampak kebersihan dan kesuciannya. Ternyata, hal yang bersih dan suci juga bisa menjadi sebuah ujian bahkan dalam keseharian. Tahukah Anda apa hal yang suci dan bersih itu? Itulah anak (-anak).


“Diangkat pena dari tiga golongan, orang gila sehingga sadar, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga baligh.” (HR. Abu Daud)


Anak-anak yang kerap membuatku emosi itu sebenarnya adalah makhluk yang masih suci, tidak ada dosa pada mereka. Walaupun adakalanya mereka mengangkat suara, melawan perintah, menolak ajakan, yang ujungnya membuat marah orang tua, tetapi sejatinya mereka masihlah suci dan bersih dari dosa.


Jika dengan kondisi mereka yang masih kalis begitu, aku mudah terpancing emosi menghadapinya, bagaimanalah lagi ketika mereka sudah baligh nanti? Akankah aku semakin mengobral emosi? Renungan malam ini tiba-tiba jadi menyeramkan kalau dibayangkan.


Melihat di berita-berita tentang banyaknya anak remaja yang berani melawan dan berbuat kasar pada orang tuanya saja aku sudah geram. Namun, bagaimana jika nanti anakku seperti itu? Bukankah tidak ada jaminan bahwa anakku akan menjadi anak yang saleh? Astaghfirullaah…


Untungnya, masih ada waktu untuk berbuat yang terbaik. Masih ada kesempatan untuk memaksimalkan ikhtiar. Masih ada waktu untuk memanjatkan doa-doa. 

Semoga Allah mudahkan aku untuk melihat anak-anak ini sebagai makhluk kecil yang kalis. Makhluk kecil yang walaupun memancing emosi, itu bukan karena kehendak mereka, tetapi semata karena ketidaktahuannya.


Dan semoga kelak mereka bisa menjaga hatinya agar tetapi bersih dan suci, walaupun sudah baligh nanti. Amin.


#Writober2024

#Kalis

#RBMIPJakarta

#IbuProfesional


Share: