Ungkapan “tiap anak kan beda-beda (sifat, dllnya)” adalah sungguh benar. Saya merasakan ungkapan ini benar-benar cocok. Anak pertama saya, sejak lahir seperti sudah bawaan gen gemuk. Usia tiga bulan beratnya 8 kg, ASI eksklusif. Pas mulai MPASI no drama, langsung mau, apa aja dikasih ditelen aja sama dia.
Bahkan tidak jarang saya bikinkan campuran telur, ayam, wortel, dan apa lagi ya lupa, itu dikukus, dan aromanya itu emang somehow kureng. Tapi anak pertama saya tetap mau aja. Teman-teman saya sampai heran, malah ada yang komen, “Ini baunya kok gini? Dia mau makan itu?” saking tidak menariknya itu MPASI buatan saya secara rupa dan aroma. Hahaha.
Alhamdulillah anaknya mau-mau aja, dan tetap berisi sampai usia tiga tahunan. Di usia empat tahunan pun masih chubby. Baru setelah masuk TK badannya kurusan, tapi tinggi menjulang.
Sedangkan adiknya, memang beda. Di usia enam bulan, BB-nya pas-pasan. Ketika mulai MPASI pun ogah-ogahan. Dimasakin ini itu tetap sulit masuk. Baru lancar makan kira-kira usia menjelang dua tahun. Alhamdulillah sekarang sudah lebih bisa menerima apa aja yang dikasih.
Anak pertama sweet tooth, anak kedua tidak suka manis. Ah, pokoknya beda sekali lah dua bocil ini. Termasuk ketika proses menyapih.
Menyapih anak pertama tuh ibarat kata orang sekarang, weaning with love. Sedangkan menyapih anak kedua, sudahlah telat jauh, pakai drama, air mata, dan emosi pula. Karena sudah berkali-kali disounding, tapi ketika minta nen dan tidak dikasih, dia mengamuk. Dan makin besar usia, ngamuknya makin sangar. Teriakannya pun nyaring melengking.
Saya sampai kehabisan akal. Dan bertanya-tanya sendiri, gimana cara menyapih anak ini? Apalagi malam hari, kalau tidur masih nen dulu, tengah malam pun juga. Akhirnya, saya pun pasrah.
Di bulan Ramadan kemarin, salah satu doa saya adalah agar Allah memudahkan proses menyapih, agar Allah mampukan anak saya ini untuk berhenti menyusu. Karena saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Dan apa yang terjadi? Masyaallah, di bulan Ramadan itu, frekuensi menyusu berkurang kira-kira 60%!
Awalnya karena dia minta nen, saya tidak kasih karena lelah. Dia menangis meraung-raung. Saya bilang berkali-kali sambil saya usap-usap, sambil dia tetap meraung, “Dedek sudah tidak nen ya, mama sayang dede, tapi dede sudah tidak boleh nen.” Dan saya beri opsi untuk gendong. Awalnya dia tidak mau gendong, menangis guling-guling sekitar sepuluh menit. Akhirnya mau juga dia digendong.
Saya ulang-ulang ucapan “mama sayang dede”. Karena yaa saya paham di usianya, dia sebenarnya sudah tidak perlu ASI, toh produksi ASI saya juga tinggal secuil. Namun, dia mencari kenyamanan, rasa aman. Maka saya coba tawarkan itu. Selain tawarkan makan dan minum juga sebagai pengganti nen.
Alhamdulillah, setelahnya, frekuensi menyusu langsung jauh berkurang. Setiap kali dia minta nen, dan saya bilang “no no nen”, dia hanya marah dan menangis sebentar, setelahnya minta makan. Tapi memang, nafsu makannya jadi melonjak.
Alhamdulillah. Bagi saya, progress menyapih yang signifikan di bulan puasa kemarin itu seperti sebuah keajaiban. Benar-benar pengabulan doa. Benar-benar Allah yang mudahkan. Karena sebelumnya sudah berkali-kali dicoba dengan cara yang kurang lebih sama, tapi hasilnya nihil. Salah satu faktornya karena saya yang kurang konsisten juga, dan moody.
Mungkin di bulan puasa kemarin itu, saya lebih bisa mengatur mood dan emosi juga. Alhamdulillah.
Buat para ibu yang sedang berjuang menyapih, well, saya hanya bisa bilang, tetap semangat dan berdoa yang kencang. Semoga Allah mudahkan segala urusan kita. Aamiin.